Jumat, 29 Januari 2010

Ilmu Getaran


Salah besar jika kita selalu berpandangan bahwa orang belajar bela diri, lebih dikarenakan alasan menjaga keselamatan. Bagi masyarakat, ada hal lebih besar yang ingin diperolehnya dalam mempelajari beladiri, selain sekadar mendapatkan kemampuan bertarung. Saat ini, belajar bela diri justru lebih pada keinginan hidup sehat dan menjalin persaudaraan.

Dalam kehidupan zaman kuno, orang belajar bela diri karena memang kondisi sosial dan alam membutuhkan manusia mempunyai kemampuan bertarung secara fisik. Bahkan status sosial seseorang juga tak lepas dari kekuatan fisik. Semakin seseorang jago berkelahi atau sakti, maka orang itu akan makin mendapat posisi yang tinggi di masyarakat.
Tapi kalau model itu diterapkan sekarang kondisinya justru akan berbalik 180 derajat. Orang yang hanya mengandalkan kekuatan fisik, justru menjadi bahan tertawaan orang lain. Kemampuan beladiri memang dibutuhkan, tetapi tak berarti kekuatan fisik adalah segalanya.

Perubahan ini ternyata ditangkap dengan cepat oleh Perguruan Pencak Silat Bela Diri Tangan Kosong (PPS Betako) Merpati Putih. Perguruan silat yang lahir tahun 1963 ini, sanggup menyulap diri menjadi perguruan yang tidak hanya punya jurus maut dalam pertarungan, tetapi juga bisa berguna bagi kesehatan dan bidang-bidang lainnya.

Sejak tahun 1989 Merpati Putih mengembangkan sebuah metode getaran dalam sebuah latihan yang alami. Dengan mempelajari getaran ini, seorang pesilat Merpati Putih sanggup membesarkan getaran di sekelilingnya.

”Kalau seseorang sudah terlatih maka dia akan bisa melakukan pendeteksian atas objek tersembunyi, maupun membaca situasi berdasarkan energi yang ada di sekelilingnya” ungkap Wakil Ketua Merpati Putih, Bambang Rus Effendi. Bahkan mereka sanggup melakukan pedeteksian radiasi nuklir. ”Ini telah dikaji di BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) dan hasilnya sangat memuaskan.”
Pengembangan metode getaran ini jelas sangat berguna bagi tuna netra. Meski tidak bisa melihat, namun melalui latihan getaran tuna netra pun akan mampu membedakan dan mengidentifikasi bentuk, warna, tekstur, arah, kecepatan, volume, dan komposisi berbagai objek.

Kesadaran akan besarnya manfaat metode getaran ini bagi tuna netra mendorong perguruan ini pada 1995 mendirikan Yayasan Destarata. Keberadaan yayasan ini dimaksudkan untuk membuat dan melaksanakan program pembinaan bagi tuna netra. ”Khusus tuna netra, ada metode tersendiri, sehingga mereka hanya butuh waktu 1 tahun untuk menguasai energi getaran,” tandas Bambang.

Dalam perkembangannya, terdapat kurang lebih 3000 orang tunanetra di Indonesia yang telah berlatih Ilmu Getaran Merpati Putih. Manfaatnya, sekarang mereka sudah bisa hidup secara mandiri.

Tidak ada unsur magic dalam pengembangan Merpati Putih. Menurut Bambang, pada dasarnya dalam tubuh manusia terdapat energi yang besar. Namun energi ini tidak bisa dikendalikan, sehingga hanya muncul pada saat tertentu saja.

”Misalnya waktu kita dikejar anjing, terkadang kita bisa melompati pagar yang tinggi. Padahal kalau saat normal mungkin kita tidak bisa melakukannya,” jelas Bambang. Ini menunjukkan dalam diri manusia itu sebenarnya terdapat energi yang besar. Sayangnya energi ini muncul dalam kondisi tertentu saja.

Merpati Putih kemudian menjabarkannya dalam proses latihan-latihan. Dari sini energi yang besar itu bisa dikendalikan dan bisa dimunculkan sewaktu-waktu. ”Awalnya, energi itu muncul dalam bentuk energi kasar, yang bisa digunakan untuk melakukan pematahan benda-benda keras.

Seperti batu kali, kikir, balok, dan sebagainya” kata Bambang. Sedang dalam proses deteksi getaran, energi kasar dari dalam tubuh ini justru diperhalus dan disalurkan ke otak. Dari proses ini energi ini kemudian dilepaskan lagi untuk mendeteksi keberadaan benda yang ada disekelilingnya.
Keberhasilan Merpati Putih dalam mengembangkan metode getaran, memukau banyak negara tetangga. Singapura telah mengirim beberapa tuna netra untuk mendalaminya. Hal yang tak kalah pentingnya adalah Merpati Putih juga bisa dikembangkan untuk pengobatan dan kebugaran. Ilmu pengobatan Merpati Putih juga mampu mengobati sejumlah penyakit.

”Pernafasan yang kita kembangkan akan bisa digunakan untuk mengobati diabetes, asma, maupun jantung. Lewat proses latihan yang intensif, penyakit-penyakit itu Insyaallah bisa disembuhkan,” jelasnya. Pengidap penyakit dalam, seperti kanker, juga bisa disembuhkan tapi prosesnya melalui teknik getaran.

Keberadaan Merpati Putih, telah memberikan warna baru dalam dunia beladiri Indonesia. Keberhasilan mereka dalam mengembangkan tenaga dalam, ternyata bisa memberikan manfaat yang besar bagi pengobatan maupun kepentingan para tunanetra.

Nama bangsa Indonesia juga beberapakali diharumkam para pesilat dari Merpati Putih. Saat ini atlet-atlet silat Indonesia, juga banyak yang dilahirkan dari Merpati Putih. Bahkan mereka tercatat sebagai pemegang rekor Museum Record Indonesia (MURI), saat 11 orang pesilatnya melakukan aksi tutup mata dari Istana Bogor hingga Balaikota DKI. Aksi yang menempuh perjalanan sejauh 60 km itu bisa dilakukan secara lancar.

Sumber : Republika online

Melihat Tanpa Mata


Selain mata, manusia rupanya diberi "indera penglihatan kedua". "Mata kedua" itu bisa berupa ujung hidung atau ujung telinga, sentuhan tangan, ujung jari, atau ujung siku. Dengan latihan tertentu, seorang tunanetra bahkan mampu "melihat" seperti halnya orang biasa.

Suatu hari di tahun 1945 seorang pria bernama Kuda Bux menunggangi sepeda, lalu mengayuhnya, menembus lalu lintas New York. Ia menerobos Times Square yang ramai, dan akhirnya tiba di tempat tujuan, tanpa celaka sedikit pun. Tampaknya, itu peristiwa biasa. Namun ternyata ia melakukannya dengan mata tertutup rapat.

Bagaimana ia bisa "melihat" arah tujuannya? Pertanyaan yang tetap belum ditemukan jawabannya itulah yang membuat Bux terkenal pada 1930 - 1940-an.

Jauh sebelum itu ilmuwan Irlandia Robert Boyle (1627 - 1691) menemukan kasus tentang seorang pria yang dapat mengenali warna lewat sentuhan tangannya. Kemudian pada tahun 1893 beberapa dokter di Brooklyn, New York, menceritakan bagaimana Mollie Fancher yang tunanetra membaca buku cetak standar - bukan berhuruf braille - dengan ujung jarinya.

Pada saat bersamaan di Italia ahli saraf dr. Cesare Lombroso mengamati gadis tunatera berusia 14 tahun yang dapat "melihat" dengan telinga kiri dan ujung hidung. Ketika Lombroso mencoba menusuk hidungnya dengan sebatang pinsil, gadis itu tersentak menyingkir dan menangis, "Kamu ingin membuatku buta, ya?"

Orang abnormal
Kasus-kasus ajaib itu menantang ilmuwan Prancis, Jules Romains. Setelah bertahun-tahun meneliti, pada 1920 Romains menerbitkan risalah panjang berjudul Eyeless Sight. Ia mencatat, beberapa subjek "melihat" tanpa menjalin kontak dengan objek sasaran, tapi ada juga yang menggunakan alat berupa ujung jari, pipi, bahkan perut. Meski karyanya itu sedikit sekali ditanggapi oleh kalangan kedokteran, kasus yang lalu ia sebut kemampuan pandang paroptik atau setingkat dengan mata itu beberapa kali menjadi berita utama.

Perhatian kalangan ilmiah terhadap fenomena itu baru muncul setelah tahun 1963, ketika peneliti kesehatan Rusia melaporkan kasus Rosa Kuleshova. Dalam beberapa penelitian yang diawasi ketat, Rosa yang benar-benar tidak dapat melihat dapat membaca koran dan catatan lagu dengan ujung jari dan siku tangannya.

Penelitian terhadap Rosa membangkitkan minat dr. Richard P. Youtz, psikolog di Columbia University, New York City. Saking penasaran, ia melakukan sendiri beberapa tes. Kesimpulannya, Rosa dan yang lainnya adalah orang yang sensitif abnormal terhadap jumlah panas yang diserap oleh warna yang berbeda.

Membaca tanpa mata bisa dilakukan karena cetakan hitam menyerap lebih banyak panas dan terasa lebih hangat dibandingkan sekelilingnya yang putih, yang lebih efisien dalam memantulkan panas. Pertimbangan itu masuk akal untuk orang yang dapat "melihat" dengan ujung jari atau siku. Tetapi bagaimana dengan fenomena Kuda Bux yang dapat melihat benda tanpa menyentuhnya?

Bagi Budi Santoso Hadi Poernomo, pewaris dan guru besar PPS Betako Merpati Putih, fenomena seperti itu mudah dijelaskan menggunakan "ilmu getaran". Ilmu yang mulai dikembangkan sejak 1970-an - 1987 ini sebenarnya metode pembinaan latihan pernapasan. Menurut generasi ke-11 dari Pangeran Prabu Amangkurat dari Kerajaan Mataram pada abad XVII di Kartosuro, Jawa Tengah, yang menciptakan betako Merpati Putih ini, dengan ilmu getaran seseorang akan mampu menangkap berbagai macam getaran dari benda apa pun, bahkan yang tidak tertangkap oleh kelima indera fisik. Misalnya, getaran otak atau makhluk halus.

Manfaat ilmu itu ialah untuk mendapatkan tenaga yang lebih kuat, terutama saat melaksanakan tugas yang dianggap tidak mungkin dilakukan dalam keadaan biasa. "Misalnya, dengan mata tertutup dan konsentrasi orang mampu menebak benda yang tersembunyi, atau menembak sasaran dengan tepat dari jarak jauh," ujar Budi yang bersama kakaknya, Poerwoto Hadi Poernomo, mendirikan PPS Betako Merpati Putih pada 2 April 1963 di Yogyakarta.

Lebih cepat dari detektor isotop
Kemampuan itu sebenarnya sudah dimiliki oleh setiap orang, namun sering tidak disadari. Misalnya, pada hubungan batin antara ibu dan anak. Saat si anak sakit, sang ibu bisa merasakan padahal keduanya berada di tempat terpisah yang berjauhan.

Kemampuan ini disebabkan oleh adanya medan listrik yang menyelubungi tubuh manusia, yang lebih dikenal sebagai aura atau prana. Karena itu, seluruh bagian tubuh bisa digunakan untuk mengenali getaran dari benda-benda di sekitar. Kemampuan dasar ini bisa dilatih agar makin kuat listrik dan kepekaannya. Makin kuat listriknya, makin luas medannya, maka makin luas pula jangkauannya. Ketebalan aura bisa dilihat dengan melakukan pemotretan fotografi Kirlian. "Sering terjadi, anggota Merpati Putih yang menjalani pemotretan ini sinar auranya memenuhi lembar (kertas) foto," kata Budi.

Namun, meski semua orang - asalkan telaten berlatih - bisa mempelajari dan mendapatkan kemampuan itu, ada orang-orang tertentu yang berbakat bisa memiliki kemampuan yang lebih besar.

Contoh hubungan batin ibu-anak itu juga menjelaskan, kemampuan itu tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Dengan menumpang medan magnet bumi, kemampuan itu bisa mencapai sasaran yang lebih jauh. Itulah mengapa kemampuan itu bisa digunakan untuk membantu penyembuhan jarak jauh dengan getaran.

Pembuktian adanya kemampuan itu pernah dilakukan melalui uji deteksi nuklir atau radiasi dari isotop yang disembunyikan. Saat itu petugas Batan menggunakan detektor, sedangkan anggota Merpati Putih mengandalkan getarannya. Sebelum mencarinya, jenis getaran isotop sudah dipelajari lebih dulu. Mereka memulai pencarian bersama-sama, namun menurut Budi, anggota Merpati Putih lebih cepat menemukannya. Sebab, detektor baru menangkap gelombang dalam radius 0,5 m, sedangkan "ilmu getaran" mampu mengetahuinya dalam jarak 15 m. Padahal saat itu kedua mata anggota Merpati Putih dalam keadaan tertutup rapat.

"Tapi keadaan itu justru menguntungkan karena konsentrasinya menjadi kuat. Selain itu, mengurangi energi yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan, misalnya ke mata," papar Budi. Tak cuma untuk mencari isotop, ilmu getaran bisa dipakai untuk melacak benda apa pun yang tersembunyi. "Maka ilmu ini sangat bermanfaat untuk mencegah penyelundupan obat terlarang, narkotika, atau benda apa pun," akunya.

Uji coba lain yang pernah dilakukan adalah: anggota Merpati Putih yang sebelumnya tidak pernah jadi kiper, menepis tendangan penalti. Dari 50 tendangan yang mengarah ke gawang, hanya empat yang mampu membuahkan gol. Artinya, 92% tendangan berhasil ditepis si "kiper" yang ditutup kedua matanya. Kiper biasa akan mengandalkan indera mata untuk menilai gerak-gerik penendang, namun "kiper" Merpati Putih akan membaca langsung getaran otak si penendang yang berisi rencana ke mana bola diarahkan. "Maka data yang diperoleh lebih banyak dan akurat, sehingga ia tidak mudah tertipu oleh gerak-gerik penendang," ujar Budi yang berperawakan subur.

Juru foto tunanetra
Pada tahun 1987 Budi memperkenalkan "ilmu getaran" ini kepada tunanetra. Mula-mula ia mengajarkannya kepada beberapa tukang pijat tunanetra. Sebelumnya, usai berlatih, setiap orang mendapat ganti rugi ongkos pijat selama satu jam karena waktu yang terbuang. Namun, 2 - 3 bulan kemudian setelah merasakan manfaatnya, mereka tetap berlatih meski tanpa dibayar.

Dari situlah kemudian terselenggaralah latihan untuk para tunanetra dari 12 kota di wilayah Jawa dan Bali secara gratis. Ia berusaha mengumpulkan dana untuk penyelenggaraan itu mengingat sebagian besar tunanetra berasal dari kalangan ekonomi lemah. Saat ini kegiatan itu dihentikan untuk sementara waktu karena ketiadaan dana. Yang terselenggara adalah program swasembada yang dinamai The Mission Impossible. Program ini bertujuan melatih tunanetra agar dapat seperti orang normal.

Program untuk tunanetra itu mencakup tiga tahap pelajaran. Tahap pertama orientasi mobilitas, kedua belajar mendeteksi benda, dan tahap terakhir mendeteksi huruf serta warna. Masing-masing tahap selesai dalam waktu enam bulan. Maka, setelah belajar selama 18 bulan peserta dapat menghindari rintangan yang ada di jalan, membedakan antara benda diam dan benda bergerak, mengenali kecepatan dan jarak, serta menyatakan ukuran benda tanpa melakukan sentuhan. Selain itu, peserta juga mampu membaca dan menulis tanpa huruf braille. Bahkan juga membaca teks di layar komputer, koran, dan lainnya.

Seorang tunanetra anggota Merpati Putih pernah bikin seorang sopir taksi terheran-heran karena mampu menunjukkan arah perjalanan. Dari Pulogadung anggota yang tunanetra itu bermaksud pergi ke Wisma Pertamina di Kemang, Jakarta Selatan, dengan naik taksi. Ketika mendekati daerah tujuan, si penumpang berkata, "Jalan ini terus, lalu rumah joglo di depan itu maju sedikit."

Dalam Merpati Putih yang telah mendapat hak paten pada April 1998, membedakan warna dari jarak jauh dengan mata tertutup konon bisa dilakukan. Setiap warna, kata Budi, memiliki panjang gelombang yang berbeda. Benar bila dikatakan bahwa perbedaan ditentukan oleh panas, namun panas akan mengejawantah menjadi getaran. Beda panas berarti pula beda panjang gelombang. Dengan hanya mengandalkan panas, pembedaan hanya bisa dilakukan dari dekat. Untuk melihat dari jauh, yang ditangkap adalah panjang gelombangnya.

"Selain itu perlu kepekaan tinggi karena perbedaan panjang gelombang sinar putih, hijau, dan biru sangat kecil, hanya sepersekian puluh Angstrom atau sepersekian miliar meter. Padahal sampai sekarang pun belum ada alat buatan manusia yang mampu melakukan pekerjaan itu," jelas Budi. Bayangkan saja, di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan 120 km/jam, seorang tunanetra anggota Merpati Putih lain mampu menjawab dengan tepat warna apa yang ada di kiri-kanannya.

"Tidak heran pula, jika anak saya yang buta warna setelah berlatih ilmu ini bisa diterima kuliah di jurusan arsitektur," ujar Budi memberi contoh bagaimana kemampuan itu tak cuma mampu membuat mereka lebih mandiri, namun diharapkan juga bermanfaat meningkatkan harkat hidup mereka.

Ia mencontohkan lagi, di Bali sudah ada tunanetra yang jadi pemahat. Bahkan uniknya lagi, ada yang berprofesi sebagai tukang foto. Saat memotret, menurut Budi, ia tidak mengintip dari jendela bidik. Kamera bisa ia pegang pada posisi yang ia suka namun sasarannya selalu tepat. Anehnya lagi, si juru foto yang tunanetra itu bisa mengatur susunan objek foto, apakah harus maju sedikit, lebih merapat, atau posisi lainnya.

Bagi Budi pengalaman menunjukkan, melatih tunanetra lebih mudah dibandingkan orang biasa. "Tentu karena mereka (tunanetra) sudah terbiasa mengandalkan inderanya di luar penglihatan, apakah telinga, tangan, atau penciuman."

Tak heran bila anggota Merpati Putih yang bukan penyandang tunanetra, sesuai kurikulum baru akan menguasai "ilmu getaran" dalam waktu tiga tahun, sedangkan yang tunanetra langsung diajari ilmunya. "Merpati Putih memberi latihan sesuai kebutuhan. Artinya, yang tunanetra sangat membutuhkan ilmu getaran agar dapat bergerak normal. Bagi yang normal ilmu getaran hanya penunjang agar bereaksi lebih cepat dalam bela diri," papar Budi.

Kemampuan itu konon bersifat abadi. Bagi yang tunanetra, menurut Budi, kemampuan yang dimiliki akan terjaga karena dipakai setiap saat. Buat orang biasa, kalaupun tidak rajin berlatih, kemampuannya tidak akan hilang meski mungkin kualitasnya menurun atau tidak selancar dibandingkan dengan yang rajin berlatih.

Sumber: indomedia.com (Shinta Teviningrum)

Rabu, 20 Januari 2010

kisah seorang ibu



kisah seorang ibu


Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.” Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?” tanya si pemuda. “Oh… saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore nengokin anak saya yang ke dua”,jawab ibu itu.” Wouw… hebat sekali putra ibu” pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.” Kalau saya tidak salah ,anak yang di Singapore tadi , putra yang kedua ya bu??Bagaimana dengan kakak adik-adik nya??”” Oh ya tentu ” si Ibu bercerita :”Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat kerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke tujuh menjadi Dosen di Semarang.””

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. ” Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ??”Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, ” anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak”. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”

Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu….. kalau ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani ??? “

Apakah kamu mau tahu jawabannya??????…

Please scroll….

.

.

.

.

…Please scroll

.

.

.

….Dengan tersenyum ibu itu menjawab,
” Ooo …tidak tidak begitu nak….Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani”

Note :

Pelajaran Hari Ini : Semua orang di dunia ini penting. Buka matamu, pikiranmu, hatimu. Intinya adalah kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai. Orang bijak berbicara “Hal yang paling penting adalah bukanlah SIAPAKAH KAMU tetapi APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN”

“Bila busur anda patah dan anak panah penghabisan telah dilontarkan, tetaplah membidik. Bidiklah dengan seluruh hatimu.” Semua tindakan anda bagaikan bumerang yang akan kembali pada anda. Bila anda melempar dengan baik, ia akan kembali dalam tangkapan anda. Namun, bila anda ceroboh melemparkannya, ia akan datang untuk melukai anda. Renungkan bagaimana tindakan anda sekarang ini. Lakukan segala semuanya dengan tulus dan penuh kasih sayang. Tiada yang lebih manis daripada memetik buah atas kebaikan yang anda lakukan."

"surodiro joyodiningrat lebur dening pangastuti."